Senin, 21 Desember 2009

KONFLIK, BENARKAH KARENA AGAMA?

(SEBUAH PERENUNGAN BERSAMA)


Salah satu alasan terjadinya pertikaian diberbagai tempat adalah alasan perbedaan pandangan. Salah satu alasan yang cukup mencolok kalau tidak mau dikatakan mendominasi adalah masalah perbedaan agama. Agama menjadi simbol yang sangat sensitif sehingga sangat mudah menggerakkan ego para penganutnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang kadang diluar nalar dan batas-batas perikemanusiaan.

Terjadinya konflik yang dibarengi dengan tindakan yang saling menghancurkan bahkan saling membunuh seperti yang pernah terjadi pada masa lampau di Ambon, merupakan bukti bahwa simbol-simbol agama sangat mudah memancing emosi massa. Demi martabat agama, sekelompok orang tega membunuh kelompok yang berbeda dan itu diyakini sebagai sebuah tindakan yang sah dan tidak melanggar hukum maupun kaidah-kaidah agama yang dianutnya. Demi tegaknya agama, maka darah orang lain yang berbeda pandangan menjadi halal untuk ditumpahkan.

Kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan kaidah-kaidah ajaran agama manapun di muka bumi ini. Tidak ada satu agamapun yang menghalalkan suatu tindakan pembunuhan dan penghancuran kelompok lain yang berbeda sebagai suatu ajaran dan tindakan yang dibenarkan. Setiap agama diciptakan untuk tujuan damai bagi semua umat manusia dI muka bumi ini.

Kalau semua agama mengajarkan kedamaian, lalu mengapa masih saja terjadi konflik antar manusia yang didasari karena perbedaan agama? Dimana letak kesalahannya?

Menurut penulis, terjadinya konflik antar sesama umat manusia sesungguhnya tidak didasari atau dilatarbelakangi perbedaan agama, tetapi lebih pada kepentingan pribadi atau golongan yang ingin lebih dari kelompok lainnya. Ego manusia yang selalu ingin menang sendiri dan tampil menguasai kelompok lainnya inilan yang sebenarnya menjadi latar belakang terjadinya konflik diberbagai tempat di dunia ini.

Ibarat peperangan, tentara tidak Cuma butuh senjata tetapi juga butuh motivasi. Motivasi agama adalah motivasi yang paling ampuh untuk menggerakkan massa. Simbol-simbol agama menjadi senjata yang kuat sehingga orang rela menjadi “martir” atau ”syuhada” dalam setiap peperangan yang diyakini sebagai mempertahankan “tegaknya” agama. Memang peperangan dalam “arti khusus” melawan ketidakadilan dunia dan kesewenang-wenangan umat manusia tetap layak dikatakan sebagai martir/syuhada. Tetapi banyak peristiwa yang sebenarnya bermotif ekonomi tetapi menggunakan simbol-simbol agama sebaga penggerak massa demi memperoleh tujuan dan kekuasaan pribadi.

Oleh karena itu menurut penulis, tentu bukan agamanya yang salah tetapi orang-orang yang telah memanfaatkan agama tersebut demi kepentingan pribadinya yang patut dipersalahkan.

Sebagai sebuah perenungan, mengapa masih banyak orang-orang yang dengan mudah memanfaatkan simbol-simbol agama demi meraup kepentingan pribadinya, dan mengapa masih banyak pula orang-orang yang dengan mudah digerakkan untuk sebuah tindakan yang negatif dengan menggunakan simbol-simbol agama. Ini menjadi tugas kita semua agar tujuan dibentuknya agama menjadi alat pendamai benar –benar terwujud.

Menurut penulis, agama adalah perwujudan dari perenungan umat manusia dengan Penguasa jagat raya. Jauh sebelum munculnya agama-agama, manusia telah meyakini bahwa ada sesuatu yan lebih berkuasa dari pada manusia. Munculnya keyakinan yang terwujud dalam kegiatan Dinamisme dan Animisme merupakan hasil perenungan umat manusia pada masa itu. Pada saat manusia melihat benda-benda yang lebih besar, lebih tinggi, lebih hebat dari manusia, maka manusia meyakini bahwa benda itu lebih berkuasa dari manusia dan didalam benda itulah Penguasa bertahta. Ego manusia yang tidak pernah puas melahirkan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Pencarian terhadap Penguasa jagat raya terus dilakukan. Animisme dan Dinamisme mulai ditinggalkan setelah perenungan umat manusia memperoleh jawaban dari Penguasa alam semesta. Muncullah kegiatan-kegiatan pemujaan Terhadap Penguasa alam semesta. Pada akhirnya pemujaan terhadap penguasa alam semesta melahirkan agama dengan penyebutan Tuhan sebagai penguasa dan pencipta alam semesta.

Kalau dicermati sebenarnya tidak ada satu agamapun yang didalamnya menyatakan bahwa ritual-ritual keagamaan dan bahkan penyebutan nama sebuah agama itu berasal dari Tuhan. Semua ritual tersebut adalah hasil perenungan umat manusia. Manusia yang membuat aturan-aturan tertentu dalam setiap agama. Disinilah yang menurut penulis perlu diwaspadai. Setiap orang bebas menafsirkan dan membuat sebuah tindakan atas sebuah penafsiran dari hasil perenungan yang dia yakini merupakan perintah Tuhan. Tidak heran maka banyak sekali aliran-aliran dalam sebuah agama, karena munculnya aliran tersebut sebenarnya disadari atau tidak, didasari pada kepentingan kelompoknya. Contoh, dalam satu agama, ritual didaerah A bisa berbeda dengan di daerah B yang memang budayanya berbeda. Penafsiran sebuah agama yang ada didaerah penjajahan/konflik bisa berbeda dengan di daerah damai. Setiap agama mengajarkan perdamaian kepada setiap umat manusia. Di jagat raya ini hanya ada satu bumi dimana manusia bersama-sama mendiami bumi dan hanya ada satu pencipta dan penguasa yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi tidak tepat jika demi menegakkan agama sekelompok orang menyerang kelompok lainnya, karena semua menuju satu tempat yang sama yang disebut surga dan memuja satu Tuhan. Perbedaan penyebutan Nama Penguasa sebenarnya hanyalah karena perbedaan bahasa saja. Dan itu harus diterima karena pada kenyataannya didunia ini tidak hanya ada satu bahasa tetapi beribu bahasa atau bahkan berjuta bahasa dengan berbagai pengembangan dialeknya. Jadi sah-sah saja di satu tempat disebut “A” di tempat lain disebut “B”. A dan B adalah sama-sama penguasa alam semesta yang disembah.

Dari penjelasan yang sederhana ini, penulis meyakini bahwa agama bukan sumber konflik. Agama justru lahir untuk mengatasi konflik antar sesama umat manusia yang sama-sama mencari Tuhan sebagai pencipta dan penguasa alam semesta. Manusialah sumber konflik itu sendiri. Ego untuk mendominasi kelompok lainnya adalah penyakit umat manusia dimanapun berada, dan inilah sumber konflik itu. Hanya manusia yang mengerti dan telah mengalami “perjumpaan” dengan Tuhan melalui agamanya yang mampu menghilangkan penyakit dalam dirinya yaitu ego untuk berkuasa atas manusia lainnya.

Menguasai sesama manusia bisa dalam bentuk penguasaan ideology, ekonomi, politik, social, budaya maupun hankam. Cara yang paling mudah adalah menggunakan isu “agama”. Jadi pertikaian yang digembar-gemborkan melalui berbagai media cetak maupun elektronik sebagai pertikaian berlatarbelakang agama adalah salah 100%. Agama tidak mengajarkan pertikaian tetapi manusia memanfaatkan agama sebagai sarana pembenaran untuk bertikai dengan sesama manusia.

Mari kita renungkan bersama, sudahkah agama yang kita yakini kebenaran ajarannya telah kita manfaatkan sebagaqai alat agar kita mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Dengan demikian peristiwa perjumpaan dengan Tuhan melalui agama yang kita anut akan membawa kedamaian bagi umat manusia.

Minggu, 27 September 2009

REUNI

..................................
Malu aku malu, Pada semut Merah
Yang berbaris di dinding, Menatapku curiga
Seakan penuh tanya sedang apa disini?
“Menanti pacar”, jawabku

Sungguh aneh tapi nyata, takkan terlupa
Kisah-kasih disekolah tak kan kulupa
Tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah
Tiada kisah paling indah

Kisah-kasih di sekolah…………

Bagi yang masih ingat syair lagu dari Obbie Mesakh, pasti akan ingat kenangan-kenangan manis dikala sekolah dulu. Ada banyak cerita yang bisa digali dari hidup masa remaja, masa-masa sekolah. Oleh karena itu tak heran jika banyak dari kita yang ingin tetap menjalin hubungan dengan teman-teman khususnya teman-teman masa sekolah dulu. Reuni menjadi kata yang tepat untuk mewadahi keinginan mengenang masa-masa indah bersama teman-teman sekolah.

Ada yang lucu, “saru” juga”wagu”, tak ketinggalan ada yang “alim” ada juga yang nakal. Banyak kejadian masa sekolah yang bisa diingat yang bisa bikin geli, ketawa, atau marah, jengkel. Ada juga kejadian yang bisa bikin jiwa melayang mengenang kisah cinta masa sekolah. Banyak kisah yang bisa diungkap melalui sebuah ajang yang disebut REUNI.

Tetapi dibalik kisah yang indah-indah yang bisa dikenang, tak jarang ada yang masih menyimpan rasa tidak senang oleh karena kenakalan teman yang pernah dirasakan. Tentu kita harus memaknai dari sisi berbeda sekarang karena kenakalan masa sekolah khususnya masa SD-SMP dan SMA masih tergolong sebagai kenakalan anak-anak yang masih mencari jati diri dan keinginan untuk mengaktualisasikan diri terhadap lingkungannya. Dengan REUNI maka segala rasa tidak senang tersebut bisa dibuang jauh-jauh karena sekarang semua berpikir dengan kedewasaannya masing-masing, biarlah kenakalan masa remaja menjadi coretan sejarah hidup .

Bagi yang tertarik untuk REUNI, segera laksanakan jangan ditunda-tunda. Mulailah dari reuni kelompok kecil terus berkembang menjadi REUNI kelompok besar.

Sebuah reuni tidak dipandang dari besarnya jumlah yang hadir, atau tempatnya yang mewah dan megah, ataupun menunggu sampai semua sukses dulu. Tidak begitu. REUNI adalah ajang persahabatan atau pertemanan. Menjalin hubungan yang harmonis antar sesama umat manusia, terbebas dari sukses dan tidak sukses. Ingat, Kesuksesan manusia tidak diukur dari berapa banyak harta yang sudah ia kumpulkan atau berapa mobil dan rumah mewah yang bisa dia beli. Kesuksesan manusia adalah manakala ia bisa merubah sesuatu yang negatif didalam hidupnya menjadi sesuatu yang positif. Membuang jauh-jauh aura negatif dan terus mengembangkan aura positif dalam kehidupannya, maka inilah yang menjadi ukuran kesuksesan seseorang. ……………………………………

Contoh, beberapa alumni SMA Sint Louis Semarang angkatan 1991 mengadakan reuni terbatas untuk satu kelas di RM Gama jl. MT Haryono Semarang pada hari Selasa, 22 September 2009 ( kalau tidak salah ). Ada banyak kenangan yang mungkin bisa mereka gali dan jalin kembali. Mungkin tali silaturahmi yang selama ini terputus bisa dirajut kembali, atau mungkin malah benih cinta terpendam yang bisa disemai kembali. Semua serba mungkin dengan sebuah REUNI.

Pada tanggal 27 September 2009 bertempat di Hotel Grand Candi, alumni SMP N 13 Semarang angkatan 1988 juga mengadakan Reuni. Ada tawa dan canda disana. Hal yang unik dan lucu semua dicurahkan untuk mengingat kembali masa-masa remaja dulu.

Tetapi ingat REUNI sekali lagi bukan ajang pamer kesuksesan materi, tatapi untuk tetap menjalin tali persaudaraan antar saudara sebangsa dan setanah air.

Senin, 22 Juni 2009

Ambang Kehancuran Peradaban Indonesia


Jika kita buka dan baca berbagai artikel di surat kabar yang memberi tanggapan atas keberhasilan ujian nasional baik tingkat SMP maupun SMA banyak sekali dikatakan disana bahwa angka kelulusan mencapai 99%. Fantastis menurut mereka, tetapi ironis menurut saya.
Fantastis menurut ukuran mereka ( para penulis di surat kabar ) karena meskipun nilai minimal kelulusan dinaikkan toh para siswa tetap lulus bahkan mengalami peningkatan dari tahun kemarin. Menurut mereka ini menunjukkan kemajuan pendidikan di Indonesia. Berkat kerja keras dan semangat belajar para siswa, mereka bisa lulus.

Tanpa mengurangi semangat siswa yang telah belajar keras dan para pendidik yang berusaha sekuat tenaga memberikan berbagai bimbingan dan tambahan pelajaran demi kelulusan anak didiknya, saya memandang masih ada hal yang sangat ironis dan sangat bertolak belakang antara keberhasilan dengan kenyataan yang terjadi.
Pendidikan diIndonesia mengandung suatu hakikat membangun menusia Indonesia seutuhnya. Seutuhnya dalam hal ini adalah manusia dididik secara utuh baik jasmani dan rohani, intelektua dan mental spiritualnya.

Yang saya tekankan ironis di depan yaitu bahwa pendidikan di Indonesia saat ini masih mengedepankan aspek intelektual saja, mengabaikan aspek spiritual di dalamnya. Secara khusus yang termasuk dalam aspek spiritual adalah kejujuran.
Bukankah pelajaran Agama sudah masuk menjadi pelajaran wajib di sekolah-sekolah ?
Benar ada pelajaran Agama, tetapi implementasi dari mental yang jujur yang digali dari nilai-nilai agama tidak dijalankan dengan sepenuh hati.
Mengejar aspek intelektual dengan mengabaikan aspek spiritual, bisakah terjadi atau terwujud ? Tidak mungkin !!

Kemudian ada hubungan apa antara kejujuran dengan keberhasilan kelulusan yang mencapai 99% ? Tentu yang bisa menjawab adalah para guru dan kepala sekolah.
Bapak/Ibu guru dan Kepala Sekolah, kutitipkan generasi bangsaku dipundakmu, jangan kau didik dengan ketidak jujuran. Biarkanlah kejujuran yang kami tanamkan di rumah tetap berkelanjutan dibangku pendidikan.

Acungan jempol saya berikan kepada para Kepala Sekolah dan guru yang tetap setia memelihara semangat kerja keras dan kejujuran demi kemandirian siswa dan kemandirian bangsa, meskipun tidak lulus seratus persen tetapi kejujuran yang tetap dipelihara niscaya akan menjadi modal yang sangat kuat bagi generasi yang didiknya.

Minggu, 24 Mei 2009

BENCANA PERADABAN

Mencermati iklan kampanye politik akhir-akhir ini, saya jadi ngeri mendengarnya bahkan membayangkanya. Belum berkuasa dinegeri ini tetapi iklannya sudah berisi hasutan yang menurut saya sangat membahayakan. Khususnya yang saya soroti adalah iklan kampanye politik dari Indonesian Democrazy Wacth.
Saya bukan pendukung salah satu Capres ataupun tim sukses mereka. Sangat disayangkan apabila kaum intelektual negeri ini terjebak pada permainan kotor bak preman jalanan.
Berbicara mengenai bencana alam, saya setuju dan sependapat bahwa terjadinya bencana alam tidak serta-merta murni kejadian alam, tetapi juga ada sumbangsih dari ulah manusia dan tentunya atas ijin Tuhan. Tetapi yang saya sangat tidak setuju adalah dengan menyalahkan seseorang atau sekelompok orang sebagai satu-satunya sumber penyebab terjadinya bencana alam. Pihak yang bertanggung jawab tentu ada tentunya terkait dengan struktur kelembagaan.
Ingat kita hidup di negara yang sejatinya menjunjung tinggi moral, dimanakah moral kita. Bukan hanya mencari tanggung jawab structural saja tetapi tanggung jawab moral kita sebagai manusia juga harus dikedepankan. Jangan sampai membersihkan lantai kotor dengan sapu yang lebih kotor.
Yang mau saya tekankan adalah marilah kita secara santun dan bijak menyampaikan pendapat dan opini demi membangun masyarakat yang lebih beradab. Lebih bermanfaat satu kata saja tetapi membangun dari pada beribu kata tetapi berisi hujatan. Yang salah katakan salah tetapi jika benar wajib dikatakan benar. Jangan sampai bangsa Indonesia yang beragam ini menjadi semakin terpecah belah karena sibuk saling menghujat. Rakyat butuh makan bukan hujatan. Berjanji bolah dan bagus, tetapi menghujat jangan.
Saya mengingatkan bahwa setiap sendi kehidupan Tuhan selalu ada, pun soal bencana alam. Dosa-dosa yang kita lakukan pun sebenarnya ada dibalik bencana alam yang terjadi. Oleh karena itu siapapun yang dipilih Tuhan untuk memimpin negeri ini, mari ingat Tuhan dengan demikian akan ingat rakyat. Memberikan hukuman pada pihak yang bertanggung jawab boleh, tetapi menghukum pihak yang dianggap paling bertanggung jawab saja tidak akan menyelesaikan bencana yang sudah terjadi atau yang mungkin bisa terjadi lagi.
Misal bencana Situ Gintung, banyak orang bermukim di wilayah larangan, dan bukan orang miskin dan bukan pula orang-orang bodoh yang bermukim disitu, mengapa mereka bisa begitu ? Aparatnya bobrok, memperbolehkan, bisa disuap, ada yang disuap tentu ada yang menyuap, dan notabene yang menyuap adalah orang berduit dan intelek, aparatnya lulusan dari pendidikan yang bobrok, tiap hari televisi mempertontonkan kebobrokan, tidak ada pendidikan moral yang baik sehingga orang menjadi mengerti mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Rakyat dihadapkan pada pilihan sulit, beli rumah mahal, pengembang maunya untung patgulipat, tidak mau bikin rumah untuk rakyat miskin. Artinya kesalahan-demi kesalahan terjadi secara berantai dan berjamaah, makanya jangan hanya menuduh satu pihak saja. Kita boleh menghukum dan mengadili pihak yang bertanggung jawab atas sebuah bencana, tetapi sadarlah bahwa bencana itu terjadi juga karena Tuhan sedang menghukum kita manusia karena kejahatan umat manusia.
Mari kita dudukkan semua permasalahan sesuai dengan porsinya.

Jumat, 22 Mei 2009

OWABONG

Beberapa waktu yang lalu saya bersama keluarga dan rekan keja di Krista Mitra School mengisi waktu libur dengan berkunjung ke OWABONG.
Sampai di sana pagi-pagi pukul 06.00 WIB. Masih sangat pagi memang, karena dari Semarang kami tempuh perjalanan malam hari.
Memasuki kawasan wisata OWABONG badan terasa segar karena melihat air yang mengalir begitu jernih. Wahana air cukup lengkap disana, bahkan sekarang mungkin semakin banyak penambahan wahana wisata.
Satu pengalaman menarik, lucu dan menegangkan tatkala saya tiba-tiba punya keberanian mengajak beberapa teman untuk menaiki water boom spiral yang katanya tertinggi di Jawa Tengah. Pada saat menaiki tangga demi tangga tidak ada rasa takut, terus sampai diatas. Pada saat akan meluncurpun hati terasa tenang. Nah pada saat meluncur cepat di tengah-tengah dimana badan terasa semakin cepat meluncur, ketakutan dan kepasrahan mulai menghantui. Takut-kalau-kalau terlempar keluar. mata ini jadi merem melek dan terus menyebut Yang Maha Kuasa. Pasrah apapun yang terjadi. Sampai dibawah begitu kaki menyentuh air, hati langsung tenang, tetapi lama koq kaki tidak bisa menyentuh dasar kolam, membuat kalut pikiran, jangan-jangan saya mau tenggelam, padahal saya yakin bahwa tadi kolamnya dangkal, jadi tidak mungkin tenggelam, tetapi kenapa koq kaki tidak mau menyentuk dasar kolam, baru akhirnya kurasakan ada tangan yang memegang kaki saya dan akhirnya saya dapat berdiri di kedua kaki saya yang sudah bisa menyentuh dasar kolam. Ternyata saat menyentuh kolam posisi saya masih telentang. ( thanks life guard )

Itu pengalaman saya dan mungkin jika disuruh mencoba lagi saya sudah tidak berani. Mungkin juga salah saya karena seumur-umur belum pernah merasakan water boom, dan tiba tiba langsung mencoba meluncur dari menara water boom yang sangat tinggi, itu kan namanya nekad. Yach itu sekelumit pengalaman mengasyikkan dan mengerikan, moga bisa jadi pelajaran bagi yang lain, coba dulu yang pendek baru yang tinggi.



Bicara mengenai wahana wisata air Owabong, memang saya acungi dua jempol untuk pemerintah daerahnya, semoga mereka tetap komitmen untuk tetap menjaga dan melestarikan bahkan menambah wilayah tangkapan air sebagai wilayah konservasi air dan tanah yang dilindungi dan ditetapkan dengan peraturan daerah, dengan demikian sumber air tetap terjaga.
Untuk pemerintah daerah lain, contohlah mereka, dengan memanfaatkan sumbar alam yang ada, tanpa merusaknya mereka bisa mendapatkan PAD. Seperti pepatah sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, artinya, PAD didapat, wisata murah untuk rakyat didapat, lapangan kerja didapat, konservasi tanah diperoleh, semuanya tanpa merusak alam bisa didapatkan kemakmuran bagi masyarakat setempat.


Semoga OWABONG semakin baik di masa depan. Orang Jawa Tengah, kunjungilah OWABONG

Senin, 11 Mei 2009

BOROBUDUR


Beberapa waktu yang lalu saya bersama dengan keluarga mengunjungi Candi Borobudur. Sebenarnya tidak ada rencana khusus,karena waktu itu di rumah juga sedang acara. Tujuan utama sebenarnya adalah menjemput adik saya yang sedang ada pertemuan kerja di kantor pusatnya yang terletak di dekat Borobudur. Karena kebetulam mobil yang dipakai menjemput juga kosong, maka saya bersama keluarga akhirnya ikut serta.
Perjalanan dari Semarang diwarnai dengan hujan yang sangat deras, bahkan sampai Borobudur dan kembali Semarang diiringi hujan deras, yah yang penting selamat sampai tujuan dan mobil tidak ngadat.
Melihat Candi Borobudur, memang sangat mengesankan dan sebenarnya juga mengasyikkan. Udara bersih dengan dikelilingi taman-hutan yang luas, membuat pemandangan dari atas Borobudur semakin mempesona.
Ada beberapa catatan dalam perjalanan saya menyusuri Candi Borobudur diantaranya

  1. Pintu masuk yang tidak jelas khususnya bagi pengunjung baru, tempat parkir tidak terarah atau minimal ada juru parkir yang bisa mengarahkan pengunjung untuk menempatkan mobilnya.
  2. Loket pintu masuk menurut saya kurang proporsional dan kurang representative dengan kewibawaan dan kebesaran nama Candi Borobudur yang mendunia.
  3. Sampah yang masih berserakan, itu karena kesadaran pengunjung yang masih sangat rendah untuk membuang sampah di tempatnya.
  4. Penampilan grup kesenian yang kurang representative penempatannya, sehingga terkesan seperti pengamen jalanan
Tetapi secara umum penataan candi Borobudur oleh Dinas terkait sudah menunjukkan hasil yang positif.
Untuk berbagi keceriaan saya tampilkan dalam slide foto di samping, semoga menggugah saudara-saudaraku yang lain untuk mengunjungi Candi Borobudur.